Jumat, 14 November 2014

Materi Mata Kuliah PKN ( FILSAFAT PANCASILA )

Mata Kuliah PKN  ( FILSAFAT PANCASILA )


Kata filsafat berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos” dan “sophos” menjadi philosophia. Philos berarti cinta atau teman, sophos berarti bijaksana. Jadi philosophia atau filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan/pengetahuan. Seorang ahli pikir disebut filosof. Kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.

PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal);
Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal);
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusian sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif);
Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).

KEDUDUKAN FILSAFAT
a. Filsafat sebagai sastra
Artinya sebuah karya dipandang memiliki nilai-nilai sastra yang tinggi. ungkapan bahasa yang tak jarang mengandung nilai-nilai sastra.
b. Filsafat berperan dalam sosial politik
Filsafat sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologi yang relevan dengan konsep negara.
c. Filsafat sebagai metodologi
Filsafat dijadikan sebagai metode ilmu. Decrates mengatakan bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti kita harus mulai dengan meragukan segala sesuatu. Sikap yang demikian ini dinamakan skeptis metodis.
d. Filsafat berfungsi untuk menganalisa bahasa
Corak berfilsafat yang menekankan pada aktifitas analisis bahasa  Tujuan utama filsafat adalah mendapatkan klarifikasi logis tentang pemikiran.

FUNGSI FILSAFAT
Berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius,berpikir serius, seseorang mungkin saja mampu menemukan rumusan baru dalam penyelesaian masalah dunia. Mungkin itu berupa kritik, mungkin berbentuk usulan. Jika argumentasinya kuat, usul atau kritik itu menjadi suatu sistem pemikiran. mempelajari filsafat, ia akan mudah menjadi warga negara yang baik. Karena rahasia negara terletak pada filsafat negara. Filsafat negara ditaksonomi ke dalam undang-undang negara, undang-undang itulah yang mengatur warga negara. Filsafat juga mampu atau berfungsi sebagai tempat bertemunya berbagai ilmu pengetahuan.

SIFAT FILSAFAT
Sifat filsafat relatif, sebab orang akan berbeda pandangan melihat dari segi apa sesuatu itu dilihat. Tetapi kebenaran yang mutlak adalah dari Sang Pencipta (Allah SWT). Karena pemikiran manusia berkembang,  akan terus berbeda pandangan karena semakin meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.hal ini merupakan ciri-ciri umum filsafat yaitu rasionalisme.
Pembicaraan tentang hal ini, memperlihatkan bahwa di dalam filsafat dapat terdapat lebih dari satu kebenaran tentang persoalan. Sebabnya ialah, bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan terletak pada konklusi. Dan dalam hal ini menunjukkan adanya relativisme dalam filsafat.
Dalam perkembangan relativisme, semakin berkembang dengan munculnya seorang filosof yang bernama Heraklitus. Ia berpendapat bahwa alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. Apabila kita memahami kehidupan kosmos, kosmos itu dinamis, selalu bergerak dan bergerak. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan.

         Menurut Parmanides, bahwa ukuran kebenaran adalah logika yang konsisten. Ada 3 cara berpikir tentang Tuhan (1) ada, (2) tidak ada, (3) ada dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1), tidak mungkin meyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada. Yang (3) pun tidak mungkin, karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada.
         Zeno dapat memberikan kebenaran yang mapan, contohnya; seperti anak panah yang meluncur dari busurnya, apakah bergerak atau diam. Zeno berkata diam. Diam ialah bila suatu benda pada suatu saat berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada pada suatu tempat. Ini khas logika. Padahal mata kita jelas-jelas menyaksikan, bahwa anak panah itu bergerak dengan cepat. Mana yang benar? Yang bergerak atau diam?itu relatif, kedua-duanya benar, bergantung pada cara membuktikannya.
         Menurut Protagoras, bahwa manusia adalah usulan kebenaran. Pernyataan ini merupakan tulang punggung humanisme. Ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private). Akibatnya tidak ada usulan yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama.
         Sementara Socrates, bahwa kebenaran yang relatif menggoyahkan sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ia meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relaitf, ada kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif, tetapi tidak semuanya.
         Menurut Plato bahwa untuk mencapai kebenaran yang sebenarnya itu manusia harus mampu melepaskan diri dari pengaruh indera. Maka jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang ada, bukan dibuat, melainkan sudah ada dalam ide yang berlaku umum. Kebenaran yang umum itu ada, kebenaran yang khusus, yaitu “kongkretisasi”  ide di alam ini. Dalam Metaphyiscs, Aristoteles menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Kemenangan sementara berada di kedua belah pihak yaitu akal dan hati. Kuasa akal mulai dibatasi, ada kebenaran yang umum, jadi tidak semua kebenaran relatif. Sains dapat dipegang sebagian dan diperselisihkan sebagian.



CABANG DAN ALIRAN FILSAFAT
ž  Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada bahasa Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi. Manusia tahu es karena ia menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.
John Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Kelemahan aliran ini cukup banyak. Kelemahan pertama ialah indera terbatas. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan objek tidak sebagaimana adanya; dari sini akan terbentuk pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua adalah indera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas rasanya dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah objek yang menipu, contohnya ilusi dan fatamorgana. Jadi objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia tangkap oleh indera; ia membohongi indera.
ž  Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Orang mengatakan (biasanya) bapak aliran ini ialah Rene Descrates (1596-1650); ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh sebelum itu.
ž  Positivisme
Tokoh aliran ini ialah August Comte (1798-1857). Ia penganut empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisisme dan rasionalisme yang bekerja sama.
ž  Intusionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adalah ahsil evolusi pemahaman tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instink tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengemabangan intuisi ini memelukan suatu usaha. Kemampuan ini dapat memahami kebenaran utuh yang tetap.

CABANG-CABANG FILSAFAT 
Menurut Plato bahwa objek kajian filsafat terbagi atas tiga macam cabang, yaitu dialetika, fisika dan etika.
  Dialetika adalah cabang filsafat yang mengandung persoalan-persoalan ide-ide atau pengertian umum;
  Fisika adalah cabang filsafat yang mengandung persoalan-persoalan dunia materi;
  Etika adalah cabang yang mengandung persoalan baik dan benar.
Aristoteles sebagai salah satu seorang murid Plato setelah cukup lama mengikuti gurunya itu lambat laun ia menempuh jalannya sendiri. Aristoteles mencari pemecahan tentang cabang-cabang filsafat yang lebih memuaskan. Ia menyusun cabang filsafat yang lebih konkret dan terarah. Cabang-cabang filsafat yang dikemukakan Aristoteles itu adalah sebagai berikut:
a.      Logika, ilmu ini menurut Aristoteles merupakan ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b.      Filsafat teoritis, dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni :
  Ilmu fisika , yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata;
  Ilmu matematika, yang mempersoalkan benda-benda alam dalam aspek jumlahnya;
  Ilmu metafisika, yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, metafisika merupakan cabang yang paling utama dalam filsafat
c.       Filsafat praktis, dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni:
a.       Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan kebahagian hidup perseorangan;
b.      Ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran keluarga;
c.       Ilmu politik, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran negara.
d.      Filsafat etika
Sistematika filsafat yang dikemukakan Aristoteles di atas merupakan babak permulaan yang sangat baik bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Sehingga  perkembangan filsafat pada zaman modern  masih dipengaruhi oleh sistematika filsafat dari Aristoteles.
Pada zaman modern ini salah satu sistematika filsafat yang dipandang baik adalah  Staf redaksi ENSIE (Eerste Nederlandsche Sistematich Ingericchte Encyclopaedia)  mengemukakan pembagian filsafat menjadi sembilan macam cabang, yaitu:
1.      Metafisika;Logika;Filsafat mengenal (Kenler); Filsafat pengetahuan (Wetenchap leer);Filsafat alam (Natuur philosophie);
2.      Filsafat kebudayaan (Cultuur philoshopie);Etika;Estetika;Antropogi.

ALIRAN FILSAFAT 
A.    Aliran Materialisme
Aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realita semesta, termasuk makhluk hidup hakikatnya adalah materi. Atom materi yang berada sendiri dan bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran termasuk di dalamnya segala proses fisikal merupakan metode materi tersebut dan dapat disederhanakan menjadi unsur-unsur fisik. Aliran ini kemudian terbagi lagi menjadi: pertama, aliran materialisme mekanik dengan penekanan kepada sains alam, kedua, materialsme dialetik yang merupakan filsafat resmi dari Rusia, Cina dan kelompok kelompok komunis lainnya di seluruh dunia.
B.     Aliran Idealisme
Aliran ini mengajarkan bahwa realita atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda materi dan kekuatan. Idelisme menekankan mind sebagai hal lebih dahulu atau primer daripada materi. Sejarah idelisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai aliran yaitu sebagai berikut : idelisme subjektif, yang mengatakan bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya merupakan segala ada. Aliran idelisme objektif berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam tata tertib yang meliputi segala sesuatu. Aliran ini menisbatkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari akal yang mutlak (absolut mind). Sedangkan yang ketiga adalah idelisme personal, realitas dasarnya bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses-proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
C.    Aliran Realisme
Aliran ini mengajarkan suatu sintesa dari kedua aliran di atas yang saling bertentangan. Realita tidak hanya sekadar materi, melainkan realita merupakan paduan materi dan non materi, khususnya manusia nampak gejala berfikir, mencipta, dan budi, jadi, realita merupakan sintesa antara jasmaniah dan rohaniah, materi dan non-materi.
D.    Filsafat Islam
Dunia islam memiliki pemikir filsafat yang tangguh, yang turut menyumbangkan pemikirannya kepada jiwa kefilsafatan dunia. 
  Ya’qub bin Isaq al-kindi
Menurutnya bahwa filsafat adalah pengetahuan yang benar, tujuan agama dan filsafat sama, yaitu menerangkan apa yang benar dan apa yang baik. Agama disamping wahyu juga menggunkan akal sebagai filsafat menggunakan akal.
  Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali
Di dalam Tahafut Al Falasifah ia berpendapat sebagai berikut :
ž  Tuhan tidak mempunyai akal;
ž  Tuhan mempunyai substansi basit dan tidak mempunyai hakikat (quiddity);
ž  Tuhan tidak mempunyai perincian (patticulars);
ž  Tuhan tidak diberi sifat jenis;
ž  Planet-planet adalah bintang-bintang yang bergerak dengan kemauan;
ž  Jiwa planet-planet mengetahui semua juz’iyyat;
ž  Hukum alam tidak dapat berubah;
ž  Pembangkitan jasmani tidak ada;
ž  Alam ini tidak bermula;
ž  Alam ini akan kekal.
  Abu al-Walid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Rusyd
Menurutnya filsafat tidaklah bertentangan dengan Islam, bahkan orang Islam sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. Tugas filsafat ialah berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta yang ada semua ini. Dia mengatakan bahwa teks wahyu harus diberi interprestasi sehingga menjadi sesuai dengan pendapat akal.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila, dijelaskan sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara RI, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.  Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society). Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan YME (hakikat sila pertama).
Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME, pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu negara (hakikat sila ketiga). Kefilsafatan Pancasila terletak pada keabstrakan dari sila-sila Pancasila. Filsafat Pancasila kemudian menjadi dasar filsafat negara RI dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, bagian kalimat keempat menyatakan “dengan berdasarkan kepada”. Kalimat “berdasarkan kepada” itu menentukan kedudukan Pancasila dalam negara RI sebagai dasar negara. Hal ini diperkuat pula bahwa pembicaraan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan sebelum proklamasi dapat disimpulkan bahwa “dasar” itu dimaksudkan adalah “dasar filsafat negara”.
Selain itu Pancasila adalah suatu sistem filsafat,  maksudnya yaitu satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yang bersama-sama merupakan sbg suatu kesatuan. Satu sistem harus memenuhi lima persyaratan sebagai berikut :
Merupakan satu kesatuan;
ž  Merupakan tata yang konsisten dan koherens, tidak mengandung kontradiksi;
ž  Ada kaitan antara bagian satu dengan yang lainnya;
ž  Ada kerja sama yang serasi dan seimbang;
ž  Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan bersama yaitu tujuan yang satu.
ž  Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain kesatuan Pancasila itu hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila.
ž  Kesatuan yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar epistimologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistimologis dan aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya, misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idelisme, dan paham lain filsafat di dunia.

DASAR AKSIOLOGIS SILA-SILA PANCASILA  
Epistimologi : membahas mengenai cara-cara yg ditempuh utk memperoleh pengetahuan, Ontologi : membahas apa yg menjadi bidang telaah ilmu/ruang lingkup/scope dr disiplin ilmu tertentu.Aksiologi yaitu membahas kegunaan ilmu bagi manusia
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Max Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat tingkatan :
  Nilai-nilai kenikmatan, berhubungan dengan indera manusia (meng-enakan / tidak meng-enakan);
  Nilai-nilai kehidupan, berhubungan dengan jasmani seseorang, misal: sehat, sejahtera, dan lain sebagainya;
  Nilai-nilai kejiwaan, nilai ini berhubungan dengan keindahan, kebenaran, pengetahuan murni dan lain-lain;
  Nilai-nilai kerohanian, berhubungan dengan nilai kepribadian seseorang.
Pandangan dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonegoro dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk  suatu aktivitas , 3) Nilai-nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan yaitu: nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral dan nilai religius.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA 
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti ‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Kaya ‘ide’ berasal dari kata Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Disamping itu kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘ide’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.

MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya namun kesemuanya  merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Oleh karena itu meskipun dalam uraian berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila, namun kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila lainnya. Konsekuensinya realisasi setiap sila atau derivasi setiap sila mempunyai hubungan yang sistematik dengan sila-sila lainnya. Hal ini berdasarkan pada pengertian bahwa makna sila-sila Pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat.

PANCASILA SEBAGAI DASAR KEHIDUPAN BERBANGSA/BERNEGARA

Setiap bangsa di dunia memiliki suatu cita-cita serta pandangan hidup yang merupakan suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa tersebut. Bangsa yang hidup dalam suatu kawasan negara bukan terjadi secara kebetulan melainkan melalui suatu perkembangan kausalitas, menurut Ernest Renan dan Hans Khons ad.sbg suatu proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga unsur kesatuan atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa tersebut.






Demikian penjelasan singkat tentang Filsafat Pancasila. Mudah-mudahan bermanfaat.
:) ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar