Kata filsafat
berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos” dan “sophos” menjadi
philosophia. Philos berarti cinta
atau teman, sophos berarti bijaksana. Jadi philosophia atau filsafat berarti
cinta kepada kebijaksanaan/pengetahuan. Seorang ahli pikir disebut filosof. Kata
ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal);
Filsafat
adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi (arti formal);
Filsafat
adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat berusaha
untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusian
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif);
Plato (427SM - 347SM)
seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles,
mengatakan. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan
yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
Aristoteles (384 SM -
322SM) mengatakan, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran,
yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala
benda).
KEDUDUKAN FILSAFAT
a.
Filsafat sebagai sastra
Artinya sebuah karya dipandang memiliki nilai-nilai
sastra yang tinggi. ungkapan bahasa yang tak jarang mengandung nilai-nilai
sastra.
b.
Filsafat berperan dalam sosial politik
Filsafat sebuah karya
filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologi yang relevan dengan
konsep negara.
c. Filsafat sebagai metodologi
Filsafat dijadikan sebagai
metode ilmu. Decrates mengatakan
bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti kita harus mulai dengan meragukan
segala sesuatu. Sikap yang demikian ini dinamakan skeptis metodis.
d.
Filsafat berfungsi untuk menganalisa bahasa
Corak berfilsafat yang
menekankan pada aktifitas analisis bahasa
Tujuan utama filsafat adalah mendapatkan klarifikasi logis tentang
pemikiran.
FUNGSI FILSAFAT
Berusaha
menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara
serius,berpikir serius, seseorang mungkin saja mampu menemukan rumusan baru
dalam penyelesaian masalah dunia. Mungkin itu berupa kritik, mungkin berbentuk
usulan. Jika argumentasinya kuat, usul atau kritik itu menjadi suatu sistem
pemikiran. mempelajari filsafat, ia akan mudah menjadi warga negara yang baik.
Karena rahasia negara terletak pada filsafat negara. Filsafat negara
ditaksonomi ke dalam undang-undang negara, undang-undang itulah yang mengatur
warga negara. Filsafat juga mampu atau berfungsi sebagai tempat bertemunya
berbagai ilmu pengetahuan.
SIFAT FILSAFAT
Sifat
filsafat relatif, sebab
orang akan berbeda pandangan melihat dari segi apa sesuatu itu dilihat. Tetapi
kebenaran yang mutlak adalah dari Sang Pencipta (Allah SWT). Karena pemikiran
manusia berkembang, akan terus berbeda
pandangan karena semakin meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.hal ini
merupakan ciri-ciri umum filsafat yaitu rasionalisme.
Pembicaraan
tentang hal ini, memperlihatkan bahwa di dalam filsafat dapat terdapat lebih
dari satu kebenaran tentang persoalan. Sebabnya ialah, bukti kebenaran teori
dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan
terletak pada konklusi. Dan dalam hal ini menunjukkan adanya relativisme dalam
filsafat.
Dalam
perkembangan relativisme, semakin berkembang dengan munculnya seorang filosof yang
bernama Heraklitus. Ia
berpendapat bahwa alam semesta
selalu dalam keadaan berubah. Sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang
panas berubah menjadi dingin. Apabila kita memahami kehidupan kosmos, kosmos
itu dinamis, selalu bergerak dan bergerak. Gerak itu menghasilkan
perlawanan-perlawanan.
•
Menurut Parmanides, bahwa ukuran kebenaran
adalah logika yang konsisten. Ada 3 cara berpikir tentang Tuhan (1) ada, (2)
tidak ada, (3) ada dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1), tidak mungkin
meyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak
ada. Yang (3) pun tidak mungkin, karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan
sekaligus tidak ada.
•
Zeno dapat
memberikan kebenaran yang mapan, contohnya; seperti anak panah yang meluncur
dari busurnya, apakah bergerak atau diam. Zeno berkata diam. Diam ialah bila suatu benda pada suatu saat
berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada pada suatu tempat.
Ini khas logika. Padahal mata kita jelas-jelas menyaksikan, bahwa anak panah
itu bergerak dengan cepat. Mana yang benar? Yang bergerak atau diam?itu
relatif, kedua-duanya benar, bergantung pada cara membuktikannya.
•
Menurut
Protagoras, bahwa manusia adalah
usulan kebenaran. Pernyataan ini merupakan tulang punggung humanisme. Ia menyatakan bahwa
kebenaran itu bersifat pribadi (private). Akibatnya tidak ada usulan
yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama.
•
Sementara
Socrates, bahwa kebenaran yang
relatif menggoyahkan sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ia
meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relaitf, ada kebenaran
yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif,
tetapi tidak semuanya.
•
Menurut
Plato bahwa untuk mencapai
kebenaran yang sebenarnya itu manusia harus mampu melepaskan diri dari pengaruh
indera. Maka jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang ada, bukan dibuat,
melainkan sudah ada dalam ide yang berlaku umum. Kebenaran yang umum itu ada,
kebenaran yang khusus, yaitu “kongkretisasi” ide di alam ini. Dalam Metaphyiscs, Aristoteles menyatakan bahwa manusia
dapat mencapai kebenaran. Kemenangan sementara berada di kedua belah pihak
yaitu akal dan hati. Kuasa akal mulai dibatasi, ada kebenaran yang umum, jadi
tidak semua kebenaran relatif. Sains dapat dipegang sebagian dan
diperselisihkan sebagian.
CABANG DAN ALIRAN FILSAFAT
Empirisme
Kata
ini berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada bahasa Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman indrawi. Manusia tahu es karena ia menyentuhnya,
gula manis karena ia mencicipinya.
John
Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula
rasa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Jadi pengalaman indera itulah
sumber pengetahuan yang benar.
Kelemahan
aliran ini cukup banyak. Kelemahan pertama ialah indera terbatas. Keterbatasan
kemampuan indera ini dapat melaporkan objek tidak sebagaimana adanya; dari sini
akan terbentuk pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua adalah indera menipu.
Pada orang yang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas rasanya dingin.
Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah
objek yang menipu, contohnya ilusi dan fatamorgana. Jadi objek itu sebenarnya
tidak sebagaimana ia tangkap oleh indera; ia membohongi indera.
Rasionalisme
Secara
singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran
ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Orang
mengatakan (biasanya) bapak aliran ini ialah Rene Descrates (1596-1650); ini
benar. Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh sebelum itu.
Positivisme
Tokoh
aliran ini ialah August Comte (1798-1857). Ia penganut empirisme. Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Jadi pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan
empirisisme dan rasionalisme yang bekerja sama.
Intusionisme
Henri
Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera
yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah
objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.
Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada
objek itu. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal Bergson
mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu
intuisi. Ini adalah ahsil evolusi pemahaman tertinggi. Kemampuan ini mirip
dengan instink tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengemabangan
intuisi ini memelukan suatu usaha. Kemampuan ini dapat memahami kebenaran utuh
yang tetap.
CABANG-CABANG
FILSAFAT
Menurut
Plato bahwa objek kajian
filsafat terbagi atas tiga macam cabang, yaitu dialetika, fisika dan etika.
Dialetika adalah cabang filsafat yang mengandung
persoalan-persoalan ide-ide atau pengertian umum;
Fisika adalah cabang filsafat yang mengandung
persoalan-persoalan dunia materi;
Etika adalah cabang yang mengandung persoalan baik dan
benar.
Aristoteles sebagai salah satu seorang murid Plato setelah cukup lama mengikuti gurunya itu lambat laun ia
menempuh jalannya sendiri. Aristoteles mencari
pemecahan tentang cabang-cabang filsafat yang lebih memuaskan. Ia menyusun
cabang filsafat yang lebih konkret dan terarah. Cabang-cabang filsafat yang
dikemukakan Aristoteles itu
adalah sebagai berikut:
a.
Logika,
ilmu ini menurut Aristoteles
merupakan ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b.
Filsafat teoritis, dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni :
Ilmu fisika , yang mempersoalkan dunia materi dari
alam nyata;
Ilmu matematika, yang mempersoalkan benda-benda alam
dalam aspek jumlahnya;
Ilmu metafisika, yang mempersoalkan tentang hakikat
segala sesuatu. Menurut Aristoteles, metafisika merupakan cabang yang
paling utama dalam filsafat
c.
Filsafat praktis, dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni:
a. Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan kebahagian
hidup perseorangan;
b. Ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran
keluarga;
c. Ilmu politik, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran
negara.
d.
Filsafat etika
Sistematika
filsafat yang dikemukakan Aristoteles
di atas merupakan babak permulaan yang sangat baik bagi perkembangan filsafat
selanjutnya. Sehingga perkembangan
filsafat pada zaman modern masih
dipengaruhi oleh sistematika filsafat dari Aristoteles.
Pada
zaman modern ini salah satu sistematika filsafat yang dipandang baik
adalah Staf redaksi ENSIE (Eerste Nederlandsche Sistematich Ingericchte Encyclopaedia) mengemukakan pembagian filsafat menjadi
sembilan macam cabang, yaitu:
1. Metafisika;Logika;Filsafat mengenal (Kenler);
Filsafat pengetahuan (Wetenchap leer);Filsafat alam (Natuur
philosophie);
2. Filsafat kebudayaan (Cultuur philoshopie);Etika;Estetika;Antropogi.
ALIRAN FILSAFAT
A.
Aliran Materialisme
Aliran
ini mengajarkan bahwa hakikat realita semesta, termasuk makhluk hidup
hakikatnya adalah materi. Atom materi yang berada sendiri dan bergerak
merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran termasuk
di dalamnya segala proses fisikal merupakan metode materi tersebut dan dapat
disederhanakan menjadi unsur-unsur fisik.
Aliran ini kemudian terbagi
lagi menjadi: pertama, aliran materialisme mekanik dengan penekanan kepada
sains alam, kedua, materialsme dialetik yang merupakan filsafat resmi dari
Rusia, Cina dan kelompok kelompok komunis lainnya di seluruh dunia.
B.
Aliran Idealisme
Aliran
ini mengajarkan bahwa realita atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind)
atau jiwa (selves) dan bukan benda materi dan kekuatan. Idelisme
menekankan mind sebagai hal lebih dahulu atau primer daripada materi.
Sejarah idelisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai aliran
yaitu sebagai berikut : idelisme
subjektif, yang mengatakan bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya
merupakan segala ada. Aliran idelisme
objektif berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam tata
tertib yang meliputi segala sesuatu. Aliran ini menisbatkan kesatuan tersebut
kepada ide dan maksud-maksud dari akal yang mutlak (absolut mind).
Sedangkan yang ketiga adalah idelisme
personal, realitas dasarnya bukanlah pemikiran yang abstrak atau
proses-proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau
seorang pemikir.
C.
Aliran Realisme
Aliran
ini mengajarkan suatu sintesa dari kedua aliran di atas yang saling
bertentangan. Realita tidak hanya sekadar materi, melainkan realita merupakan
paduan materi dan non materi, khususnya manusia nampak gejala berfikir,
mencipta, dan budi, jadi, realita merupakan sintesa antara jasmaniah dan
rohaniah, materi dan non-materi.
D.
Filsafat Islam
Dunia
islam memiliki pemikir filsafat yang tangguh, yang turut menyumbangkan pemikirannya
kepada jiwa kefilsafatan dunia.
Ya’qub bin Isaq al-kindi
Menurutnya bahwa filsafat adalah pengetahuan yang
benar, tujuan agama dan filsafat sama, yaitu menerangkan apa yang benar dan apa
yang baik. Agama disamping wahyu juga menggunkan akal sebagai filsafat
menggunakan akal.
Abu Hamid Muhammad
Al-Ghozali
Di dalam Tahafut Al Falasifah ia berpendapat sebagai
berikut :
Tuhan tidak mempunyai akal;
Tuhan mempunyai substansi basit dan tidak mempunyai
hakikat (quiddity);
Tuhan tidak mempunyai perincian (patticulars);
Tuhan tidak diberi sifat jenis;
Planet-planet adalah bintang-bintang yang bergerak
dengan kemauan;
Jiwa planet-planet mengetahui semua juz’iyyat;
Hukum alam tidak dapat berubah;
Pembangkitan jasmani tidak ada;
Alam ini tidak bermula;
Alam ini akan kekal.
Abu al-Walid Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Rusyd
Menurutnya filsafat tidaklah bertentangan dengan
Islam, bahkan orang Islam sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. Tugas
filsafat ialah berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta yang ada semua
ini. Dia mengatakan bahwa teks wahyu harus diberi interprestasi sehingga
menjadi sesuai dengan pendapat akal.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM
FILSAFAT
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental dan
menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan
utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi
serta makna yang utuh.
Dasar
pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila, dijelaskan sebagai
berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara RI, mengandung makna
bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan
bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society). Adapun
negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia
sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk Tuhan YME (hakikat sila pertama).
Negara
yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME, pada
hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk
mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup manusia harus membentuk
suatu ikatan sebagai suatu negara (hakikat sila ketiga). Kefilsafatan Pancasila
terletak pada keabstrakan dari sila-sila Pancasila. Filsafat Pancasila kemudian
menjadi dasar filsafat negara RI dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945
alinea keempat, bagian kalimat keempat menyatakan “dengan berdasarkan
kepada”. Kalimat “berdasarkan kepada” itu menentukan kedudukan
Pancasila dalam negara RI sebagai dasar negara. Hal ini diperkuat pula bahwa
pembicaraan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
sebelum proklamasi dapat disimpulkan bahwa “dasar” itu dimaksudkan
adalah “dasar filsafat negara”.
Selain
itu Pancasila adalah suatu sistem filsafat,
maksudnya yaitu satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian yang
bersama-sama merupakan sbg suatu kesatuan. Satu sistem harus memenuhi lima
persyaratan sebagai berikut :
Merupakan satu kesatuan;
Merupakan tata yang konsisten dan koherens, tidak
mengandung kontradiksi;
Ada kaitan antara bagian satu dengan yang lainnya;
Ada kerja sama yang serasi dan seimbang;
Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan bersama yaitu
tujuan yang satu.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah
hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi
kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis serta dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila
dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan
kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain kesatuan
Pancasila itu hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal sifatnya yaitu menyangkut
makna serta hakikat sila-sila Pancasila.
Kesatuan
yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar
epistimologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis,
dasar epistimologis dan aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat
yang lainnya, misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme,
idelisme, dan paham lain filsafat di dunia.
DASAR AKSIOLOGIS SILA-SILA PANCASILA
Epistimologi
: membahas mengenai cara-cara yg ditempuh utk memperoleh pengetahuan, Ontologi
: membahas apa yg menjadi bidang telaah ilmu/ruang lingkup/scope dr disiplin
ilmu tertentu.Aksiologi yaitu membahas kegunaan ilmu bagi manusia
Sila-sila
sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan. Max Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak
sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat
digolongkan menjadi empat tingkatan :
Nilai-nilai kenikmatan, berhubungan dengan indera
manusia (meng-enakan / tidak meng-enakan);
Nilai-nilai kehidupan, berhubungan dengan jasmani
seseorang, misal: sehat, sejahtera, dan lain sebagainya;
Nilai-nilai kejiwaan, nilai ini berhubungan dengan
keindahan, kebenaran, pengetahuan murni dan lain-lain;
Nilai-nilai kerohanian, berhubungan dengan nilai
kepribadian seseorang.
Pandangan
dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonegoro dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu; 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia, 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk suatu aktivitas , 3) Nilai-nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang
dapat dibedakan atas empat tingkatan yaitu: nilai kebenaran, nilai keindahan
atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral dan nilai religius.
PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
Istilah
ideologi berasal dari kata ‘idea’
yang berarti ‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’.
Kaya ‘ide’ berasal dari kata Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’.
Disamping itu kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian
sehari-hari, ‘ide’ disamakan artinya dengan ‘cita-cita’.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus
dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan atau faham. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau
dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian
tentang ide-ide, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita. Sebagai suatu ideologi bangsa dan
negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu
hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana
ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat
istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain
perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain
diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.
MAKNA
NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
Sebagai
suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem
nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki
perbedaan antara satu dengan lainnya namun kesemuanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Oleh karena itu meskipun dalam uraian berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila, namun kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan
keterkaitannya dengan sila-sila lainnya. Konsekuensinya realisasi setiap sila
atau derivasi setiap sila mempunyai hubungan yang sistematik dengan sila-sila
lainnya. Hal ini berdasarkan pada pengertian bahwa makna sila-sila Pancasila
senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat.
PANCASILA
SEBAGAI DASAR KEHIDUPAN BERBANGSA/BERNEGARA
Setiap
bangsa di dunia memiliki suatu cita-cita serta pandangan hidup yang merupakan
suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa
tersebut. Bangsa yang hidup dalam suatu kawasan negara bukan terjadi secara
kebetulan melainkan melalui suatu perkembangan kausalitas, menurut Ernest Renan
dan Hans Khons ad.sbg suatu proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga
unsur kesatuan atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah
terbentuknya bangsa tersebut.
Demikian penjelasan singkat tentang Filsafat Pancasila. Mudah-mudahan bermanfaat.
:) ;)